Cerita ini belum berakhir

Cerita ini belum berakhir. Keluarga adalah sebuah anugerah bagi manusia dan jika dibicarakan selalu menjadi topik yang tidak ada habisnya.  Dari warung kopi pinggir jalan saya ketik tulisan ini ditemani es teh manis dan secangkir kopi hitam. 
Kasih Ibu tiada duanya di dunia



Gemahripahlohjinawi menjadi ungkapan sederhana dari penggambaran negara kita.  Tapi sungguh miris melihat dan mendengar kegalauan teman ngopi sebelah.  Sudah 2 jam di warung,  dengan muka sedikit resah dan terlihat begitu capek,  beliau menyendiri dalam keramaian adukan gelas penjaga warkop dan keriuhan warkop mania lain.  Saya yang duduk tepat di sebelahnya menjadi serba kikuk karena sering menjadi tujuan tatapan ragunya. Sentak saja niat bertanya dan mencoba menjalin komunikasi keluar.  Beliau pun bercerita tentang anaknya satu persatu yang jumlahnya 4 orang,  Masalah ekonomi keluarga seperti hutang dan mandegnya sekolah 2 anaknya karena tidak bisa beli seragam sekolah serta cerita lain yang mungkin menjadi biang keladi kegalauan saat di warkop hari ini.

Bekerja sebagai pengais rejeki di jalanan, tentunya sulit buat beliau memenuhi segala keperluan keluarga. Jika untuk makan sendiri,  lauk sederhana sudah bisa didapat tapi jika untuk seluruh anggota keluarganya tentu bila dihitung diatas kertas pasti tidak cukup.  Tetapi ternyata bukan kekurangan-kekurangan tadi yang bisa membuat mukanya lusuh.  Ada hal lain yang lebih besar menurutnya yang menjadi beban besar dalam pikiran dan hatinya. "Masalah" besar itu ternyata tidak berafiliasi langsung terhadap keluarganya,  malah bisa dikatakan bukan masalah yang harus dipikirkan beliau sendirian. Masalahnya adalah tetangganya. Tetangganya adalah keluarga dengan 2 anak batita. Ceritanya... Beberapa hari lalu, tetangga tersebut menitipkan kedua anak batitanya kepada istrinya di rumah. Alasannya seperti biasa yaitu menitipkan anak sementara kedua orang tuanya mencari rejeki. Inilah awal dari nalar seorang teman ngopi sebelah terusik.


Seperti halnya kebanyakan orang tua, menyayangi dan memberi kasih sayang yang setimpal dan bahkan berlebih adalah dambaan mayoritasnya. Tidak bisa dipungkiri, kasih sayang biasanya terukur dari materi, memang tidak bisa digeneralisasi tapi kebanyakan seperti itu. Balik lagi dari bahasan teman ngopi saya, karena dititipi 2 anak batita, sang istri tentunya tertanggung 4 anak ditambah 2 batita, mampukah? tentu saja mampu, tapi apakah maksimal. Nah, muka lusuh beliau itu memikirkan kelanjutan kasih sayang 2 batita "titipan" itu, apakah maksimal apa yg didapat oleh kedua anak itu. Tolak ukur jelas tdk akan serta merta bisa didapat dari pembanding di tahun-tahun awal masa hidupnya, bisa sampai 10 bahkan 20 tahun lagi.

Pengamatan kecil dari kegalauan teman saya dapat diutarakan bahwa, sehebat apapun pengasuh dan sekaya apapun materi khususnya untuk anak Batita tidak akan menjamin pengembangan karakter dan pribadi anak berjalan dengan baik dan positif. Konsekuensi berumah tangga dan bahkan punya anak harus benar dipahami sebagai salah satu bagian dari tuntutan hidup bagi orang tua, seperti halnya badan butuh makan dan minum, tentunya permasalahan kompleks akan terjuntai dan penyederhanaan masalah mutlak diperlukan. Anak kita membutuhkan kasih sayang Bapak Ibunya, jadi seyogyanya penuhi itu, ingat bahwa sangat cepat pertumbuhan anak kita jangan sampai kita akan kalah termakan waktu dan kita kurang cepat menggapai kehidupannya. Pelajari dan pahami bagaimana strategi terbaik untuk generasi kita. Saya juga akan tetap belajar untuk hal ini.

Note:
Tulisan ini sempat mandeg dan bersambung setelah 5 tahun saya membuka blog ini.

Masukkan Alamat email anda untuk mendapatkan artikel GRATIS:

Delivered by FeedBurner

0 comments:

Post a Comment

Saat berkomentar, gunakan nama atau url blog anda! anonim tidak dianjurkan dan bila anonim memberikan komentar berupa pertanyaan maka maaf tidak saya jawab. Terima kasih.